Membuka Aib Saudara
Suatu kenikmatan bagi seseorang bisa berbicara, bercerita dengan keluarga, bercanda dengan sanak saudara, dan tertawa bersama tetangga. Bersamaan dengan hal itu, ada hal yang harus kita sadari bahwa kenikmatan apapun yang telah Allah Ta’ala berikan kepada hamba tentu tidak diberikan hanya untuk bersuka ria, apalagi untuk membuahkan dosa. Begitu pula dengan nikmat lisan. Allah Ta’ala berfirman,
أَلَمۡ نَجۡعَل لَّهُۥ عَيۡنَيۡنِ ٨ وَلِسَانًا وَشَفَتَيۡنِ
“Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata, lidah, dan dua buah bibir?” (QS. Al Balad: 8 – 9)
Antara Lisan dan Pencatatan Malaikat
Saat kita melihat orang di zaman sekarang. Mereka dengan mudahnya memviralkan potongan ucapan seseorang di media sosisal. Tentu kita meyakini bahwa Allah Ta’ala jauh lebih mampu memerintahkan malaikat-Nya untuk mencatat seluruh ucapan manusia. Tak terlewat sekecil apapun itu, baik ucapan itu disampaikan dengan berteriak, lirih, maupun hanya berbisik. Allah Ta’ala berfirman,
مَّا يَلۡفِظُ مِن قَوۡلٍ إِلَّا لَدَيۡهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya, kecuali di dekatnya ada malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaf: 18)
Ibnu Katsir rahimahullah menerangkan bahwa setiap perkataan yang diucapkan manusia pasti akan dicatat oleh malaikat yang senantiasa mengawasinya, tidak terluput sepatah kata pun. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman dalam surah Al-Infithar ayat 10 – 12,
وَإِنَّ عَلَیۡكُمۡ لَحَـٰفِظِینَ كِرَامࣰا كَـٰتِبِینَ یَعۡلَمُونَ مَا تَفۡعَلُونَ
“Padahal sesungguhnya bagi kalian ada (malaikat – malaikat) yang mengawasi, yang mulia dan mencatat, mereka mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (Tafsir Ibnu Katsir , 7: 372)
Jadi, tidak dipungkiri lagi bahwa segala kata yang keluar dari lisan kita akan dicatat oleh malaikat. Catatan itu menjadi bekal amalan yang akan ditimbang di hari akhir nanti. Siapkah kita dengan buah dan balasan dari ucapan yang kita keluarkan selama ini?
Baca Juga: 3 Rangkaian Dosa: Buruk Sangka, Tajassus dan Ghibah
Terbiasa dengan Gibah
Mungkin ada rasa bahagia bagi seseorang saat tahu informasi tentang orang lain. Semakin gembira ketika ada teman yang mengajak membicarakannya. Tambah senang dan antusias lagi jika ternyata yang dibicarakan adalah cerita tentang aibnya. Kita berlindung dari sifat seperti itu.
Saat diingatkan bahwa membicarakan keburukan orang lain (baca: gibah) itu berdosa, ada yang menjawab,”Kan yang dibicarakan itu fakta!”
Marilah kita simak penjelasan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
أَتَدْرُونَ ما الغِيبَةُ؟ قالوا: اللَّهُ ورَسولُهُ أعْلَمُ، قالَ: ذِكْرُكَ أخاكَ بما يَكْرَهُ قيلَ أفَرَأَيْتَ إنْ كانَ في أخِي ما أقُولُ؟ قالَ: إنْ كانَ فيه ما تَقُولُ، فَقَدِ اغْتَبْتَهُ، وإنْ لَمْ يَكُنْ فيه فقَدْ بَهَتَّهُ.
“Tahukah kalian apa itu gibah?” Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Ia berkata, “Engkau menyebutkan kejelekan saudaramu yang ia tidak suka untuk didengarkan orang lain.” Beliau ditanya, “Bagaimana jika yang disebutkan sesuai kenyataan?” Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Jika sesuai kenyataan berarti Engkau telah menggibahnya. Jika tidak sesuai, berarti Engkau telah memfitnahnya.” (HR. Muslim no. 2589).
Di antara trend zaman sekarang, namun merupakan kebiasaan buruk di berbagai kalangan yakni banyak orang berbangga dengan aktivitas gibahnya. Tak jarang ditemui orang-orang menamakan grup media sosialnya dengan nama grup ‘Gibah’ atau semisalnya. Banyak pula yang bangga saat terus terang mengajak teman untuk menggibah. Awalnya mungkin hanya untuk bercanda, namun akhirnya menjadi kebiasaan buruk dan dilarang agama. Kita berlindung dari perbuatan seperti itu.
Membuka Aib Orang Lain = Membuka Aib Diri Sendiri
Memang berat meninggalkan perbuatan dosa yang satu ini. Menahan lisan itu tidak semudah menahan dahaga. Orang dengan mudahnya tidak minum, meskipun terik matahari menyengat. Namun, menahan tidak membicarakan kejelekan orang lain di saat kita tahu segala tentangnya itu berat. Karena beratnya itu, maka besar pula balasan bagi hamba yang mampu menjaga lisannya dari mengumbar aib orang, yaitu Allah Ta’ala akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَن نفَّسَ عن مُؤْمنٍ كُرْبَةً مِن كُرَبِ الدُّنيا؛ نفَّسَ اللهُ عَنه كُرْبَةً مِن كُرَبِ يَوْمِ القِيامَةِ، ومَن ستَرَ مُسْلمًا ستَرَه اللهُ في الدُّنيا والآخِرَةِ، ومَن يسَّرَ على مُعْسِرٍ يسَّرَ اللهُ عليه في الدُّنيا والآخِرَةِ، واللهُ في عَوْنِ العَبْدِ ما كان العَبْدُ في عَوْنِ أَخيه
“Barangsiapa melepaskan kesusahan seorang muslim dari kesusahan dunia, Allah akan melepaskan kesusahannya pada hari kiamat. Barangsiapa menutupi aib seorang, Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Barangsiapa memudahkan orang yang susah, Allah akan mudahkan urusannya di dunia dan akhirat. Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya selama ia menolong saudaranya.” (HR. Muslim no. 2699, At-Tirmidzi no. 2945, Ibnu Majah no. 225, Abu Dawud no. 1455, Ahmad no. 7427 dan ini adalah redaksi beliau).
Sebaliknya, balasan bagi orang yang suka mencari – cari kekurangan orang lain adalah Allah Ta’ala akan membongkar aibnya. Suatu hari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam naik ke atas mimbar, lalu menyeru dengan suara yang tinggi,
يا معشَرَ مَن أسْلَمَ بلِسانِه، ولم يُفْضِ الإيمانُ إلى قلبِه، لا تُؤْذُوا المُسلِمينَ، ولا تُعَيِّروهم، ولا تتَّبِعوا عَوْراتِهم؛ فإنَّه مَن تتَبَّع عَوْرةَ أخيه المسلِمِ تتَبَّع اللهُ عورتَه، ومَن تتَّبَع اللهُ عَورتَه يَفْضَحْهُ ولو في جَوفِ رَحلِه
“Wahai sekalian orang yang mengaku berislam dengan lisannya padahal iman itu belum masuk ke dalam hatinya. Janganlah kalian menyakiti kaum muslimin! Janganlah menjelekkan mereka! Jangan mencari-cari kekurangan mereka! Sebab, barang siapa mencari-cari kekurangan saudaranya yang muslim, niscaya Allah akan mencari-cari kekurangannya. Barang siapa yang Allah cari-cari kekurangannya, niscaya Allah akan membongkar aibnya dan mempermalukannya, walaupun dia berada di dalam rumahnya.” (HR. Tirmidzi no. 2032, Ibnu Hibban no. 5763, dari Ibnu Umar radhiyallaahu ‘anhuma).
Jangan Mencela, Bisa Jadi Engkau Akan Melakukannya!
Agama Islam adalah agama yang mengajarkan kasih sayang sesama muslim. Seorang muslim diajarkan untuk amar ma’ruf nahi munkar dan menasihati, bukan mencela dan menjelek – jelekkan sesama muslim yang sudah terjatuh ke dalam kemaksiatan selama dia tidak melakukan terang – terangan dan dia bertaubat dengan kesalahannya tersebut. Jangan sampai kita menjelek-jelekkan, sombong, dan menganggap diri kita lebih baik dari orang lain. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Setiap maksiat yang dijelek-jelekkan pada saudaramu, maka itu akan kembali kepadamu. Maksudnya, Engkau bisa dipastikan melakukan dosa tersebut.” (Madarijus salikin, 1: 194)
Semoga Allah Ta’ala memudahkan kita untuk melakukan kebaikan dan menjauhkan kita dari dosa membuka aib orang lain.
***
Baca Juga:
Penulis: Apt. Pridiyanto
Artikel asli: https://muslim.or.id/72984-membuka-aib-saudara.html